BACA JUGA: Elon Musk Ubah Twitter Jadi X, Elon Musk Ingin Bangun SupperApp
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian langsung merespons pemberitaan yang menyebut protokolernya mengancam menembak wartawan karena menghalangi Airlangga Hartarto.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto menyampaikan permohonan maaf dan klarifikasi terkait ketidaknyamanan yang terjadi usai pemeriksaan.
“Kami berterima kasih atas kesediaan teman-teman wartawan menunggu sekitar 12 jam pemeriksaan dan kami juga mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi usai pemeriksaan,” kata Haryo dalam keterangannya, Selasa (25/07).
Pihak Kemenko Perekonomian menyebut sudah melakukan klarifikasi dan memastikan bahwa tidak ada protokolernya yang mengucapkan kata-kata tembak. Haryo menyampaikan bahwa protokoler Kemenko Perekonomian telah memiliki SOP tersendiri dalam melaksanakan pendampingan kepada pimpinan dan dalam menjalankan tugasnya.
“Protokol Kemenko Perekonomian tidak memiliki senjata,” ucapnya.
Jadi Saksi Kasus Ekspor Minyak Sawit, Airlangga Menjalani Pemeriksaan 12 Jam
Airlangga Hartarto menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) selama 12 jam, pada Senin (24/07) kemarin.
“Saya menjawab 46 pertanyaan. Dan saya sudah menjawab sebaik-baiknya,” kata Airlangga di depan gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/7) malam.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi menjelaskan Airlangga menjalani pemeriksaan guna mendalami prosedur, mulai dari penerbitan izin, kebijakan, hingga pelaksanaan ekspor CPO. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi, pada 16 Juni 2023.
YOUTUBE: PARTAI NASDEM TARGET RAIH 7 KURSI PADA PILEG 2024 DI KABUPATEN MANGGARAI
Penetapan tersangka tiga korporasi tersebut adalah lanjutan proses hukum kasus korupsi minyak goreng yang berlangsung sejak April 2022 lalu, dan telah menghasilkan lima terdakwa. Dalam putusannya, majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp12,3 triliun.
Majelis Hakim PN Tipikor memandang perbuatan terpidana merupakan aksi korporasi. Dan yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, sehingga korporasi harus bertanggung jawab.