Ada sekian banyak pesan dan kesan indah yang secara pribadi dapat kita maknai untuk hidup kita selanjutnya. Tetapi sebagai manusia, bagi kita Bruder Willy tentu juga telah menjadi ‘gangguan’ yang mengusik ketenangan kita.
Dalam usianya yang senja dan kerapuhan fisiknya yang melemah, kita sudah ditantang dalam kesabaran dan terlebih dalam sikap hati yang penuh pemahaman. Tetapi kini, semua sudah berahkir. Sosok Bruder Willy telah ’diambil’ Tuhan untuk kembali ke PangkuanNya. Kita mengiringinya dalam doa dan pengharapan, kiranya ia hidup dalam kasih abadi ilahi.
Dipihak lain, saya secara pribadi tidak mengenal banyak tentang sosok seorang ‘ Pater Yan Djuang Tukan ini. Dari satu dua perjumpaan, yang katakanlah saja sepintas, saya coba menangkap pesan kehidupan. Dari sosok penuh keheningan sederhana dan apa adanya, orang seperti Pater Yan ini sebenarnya sudah ‘bicara banyak dalam nilai’. Dalam bawa dirinya, dan terutama dalam kesaksian hidup yang paten.
Serikat Sabda Allah mesti bersyukur pada Tuhan bahwa sosok seperti Pater Yan ini ahkirnya ‘ditangkap untuk menjadi Magister pertama (pemimpinan) para Novis di Kuwu. (jika tidak salah ingat tahun 1993). Sejak tahun 1993 hingga kematiannya, Pater Yan tetap bertahan di Kuwu di dalam irama dan dinamika keheningan dan suara lonceng Novisiat Kuwu. Jika ada semboyan “mati hidup demi misi, untuk St Josef freinademetz dan para misionaris yang akhiri hidup di tanah misi, semboyan untuk pater Yan adalah mati hidup demi Formasi”