Nasional, RMMedia – Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe menjalani persidangan atas kasus suap dan gratifikasi yang dilakukannya selama menjabat sebagai gubernur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (19/06).
Lukas Enembe didakwa dengan sejumlah kejahatan, mulai dari menerima suap senilai Rp45,8 miliar dalam kurun waktu 2017-2021, gratifikasi, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang.
Enembe diketahui menerima suap dengan total Rp45,8 miliar sepanjang 2017-2021 bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 2018-2021, Gerius One Yoman.
“Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp45.843.485.350,00,” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/06).
Rinciannya sebesar Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur, dan Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu.
Selain menerima suap, Lukas Enembe juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp1 miliar, yang diterimanya dari Budi Sultan selaku Direktur PT Indo Papua.
BACA JUGA: Sandiaga Uno Resmi Merapat Ke PPP, Ditunjuk Jadi Ketua Pemenangan Pilpres 2024
“Bahwa sebagai Gubernur Provinsi Papua Periode Tahun 2013-2018, pada tanggal 12 April 2013 bertempat di Bank BCA KCU Jayapura Jalan Sam Ratulangi Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua, Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun yang dikirim ke rekening Terdakwa pada Bank BCA nomor rekening 8140099938,” ujar jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (19/06).
JPU KPK menjelaskan eks Gubernur Papua itu tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa uang tersebut kepada lembaga antirasuah dalam tenggat waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-Undang. Atas gratifikasi tersebut, Lukas Enembe dijerat Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lukas sebenarnya juga dijerat dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hanya saja, penyidikan TPPU tersebut belum rampung.
Berdasarkan temuan awal KPK, politikus Partai Demokrat itu disinyalir menginvestasikan uang hasil korupsi untuk sejumlah usaha. Lukas disebut sengaja menyamarkan aset hasil korupsi dengan menggunakan identitas orang lain. Sejumlah aset diduga hasil korupsi seperti mobil dan hotel telah disita tim penyidik KPK.