Manggarai, RMMedia – Angka stunting di NTT masih menduduki peringkat 1 dari 5 provinsi penyumbang angka stunting di Indonesia, dengan persentase sebesar 37,8 persen. Hal ini disampaikan dalam Forum Nasional Stunting bulan Desember 2022 lalu.
Data Stunting untuk Kabupaten Manggarai hingga Maret 2023 terdapat 3.929 kasus, dengan 6 wilayah penyumbang stunting tertinggi, yakni wilayah pelayanan Puskesmas Cancar 452 kasus, wilayah pelayanan Puskesmas Wae Mbeleng 335 kasus, wilayah pelayanan Puskesmas Wae Codi 285 kasus, wilayah pelayanan Puskesmas Bea Mese 259 kasus, wilayah pelayanan Puskesmas Ketang 246 kasus, dan wilayah pelayanan Puskesmas Ponggeok 236 kasus.
BACA JUGA : Ngkeros Maksimus Soroti Kondisi Ekonomi Manggarai: Ekonomi Kita Hancur, Tapi Harus Tetap Optimis
Stunting adalah masalah kurang Gizi dan nutrisi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya. Selain itu, stunting menyebabkan kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit.
Upaya mengurai benang kusut prevalensi stunting adalah pekerjaan kolaboratif dan menyentuh berbagai aspek. Tidak saja terkait peran dan kehadiran pusat pelayanan kesehatan yang memadai, tetapi yang turut berperan adalah tingkat pemahaman dan kesadaran para calon orang tua itu sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, drg. Bartolomeus Hermopan saat ditemui RMMedia di ruang kerjanya, Selasa (07/03).
Dr. Tomy menjelaskan, beberapa catatan kritis terkait sebaran kasus stunting di Manggarai, di mana terdapat beberapa faktor pendukung.
Pertama, ada desa yang memang kekurangan sumber daya dan rendahnya tingkat pemahaman masyarakatnya. Kekurangan pemahaman tentang bagaimana mengasuh atau memberikan pola makan yang baik. Kedua adalah kekurangan sumber makanan itu sendiri. Ada wilayah yang memang tidak ada sumber protein hewani maupun sumber protein nabatinya.
“Nah, itu beberapa faktor yang menurut saya menjadi penyebab terjadinya stunting. Selain itu, kekurangan pemahaman masyarakat yang tadi saya sampaikan, mempengaruhi pola perilaku mereka. Mereka tidak menganggap mengasuh anak-anak itu sebagai sebuah prioritas,” ujar dr. Tomy kepada RMMedia.