Manggarai,RMMedia – Ruteng, 30 Oktober 2024 – Menanggapi pernyataan Bupati Petahana Herybertus G.L. Nabit dalam debat publik, pakar hukum DR. Edi Hardum, SH, MH, menyoroti isu pentingnya konsistensi dalam melaksanakan hukum. DR. Edi menyampaikan bahwa semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap seharusnya dieksekusi tanpa pengecualian, dan penyebutan bahwa sebuah keputusan dapat dianggap “non-executable” atau bergantung pada kebijakan merupakan justifikasi yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Konsistensi dalam Melaksanakan Hukum
Menurut DR. Edi, sumpah jabatan pejabat publik, terutama kepala daerah, mencakup janji untuk menjalankan undang-undang dengan sepenuhnya. “Ketika seseorang dilantik sebagai bupati, dia bersumpah untuk tunduk pada undang-undang. Ttermasuk mematuhi putusan hukum yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Menyatakan bahwa keputusan hukum tertentu bisa diabaikan tanpa alasan yang sah dapat dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap sumpah jabatan dan integritas hukum,” tegasnya.
Menjaga Kepastian Hukum sebagai Pilar Pemerintahan yang Baik
Edi juga menyebutkan bahwa prinsip kepastian hukum bukan hanya untuk diambil setengah-setengah. “Apabila seorang kepala daerah dapat menilai sendiri apakah suatu putusan perlu dieksekusi atau tidak, ini dapat melemahkan sistem hukum dan menjadi preseden buruk. Pelaksanaan putusan pengadilan adalah keharusan dan bukan pilihan yang diserahkan pada diskresi kepala daerah,” tambahnya.
Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Lebih lanjut, Edi mengingatkan bahwa tindakan menahan atau menunda eksekusi putusan hukum berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Masyarakat akan melihat ini sebagai ketidakpastian hukum dan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menegakkan keadilan. Pada akhirnya, ini menggerus kepercayaan terhadap pejabat publik dan dapat memperlemah integritas serta wibawa pemerintah daerah,” ujar Edi.
Bahaya Penyalahgunaan Diskresi
Pakar hukum ini menilai bahwa diskresi eksekutif harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terbatas, terutama dalam hal pelaksanaan putusan pengadilan. “Kepala daerah harus bertindak hati-hati. Tidak ada diskresi dalam menegakkan putusan yang sudah final, karena ada risiko penyalahgunaan kewenangan yang sangat besar. Diskresi semacam ini tidak dapat dipakai sebagai tameng untuk menghindari kewajiban hukum,” lanjutnya.