Sebidang tanah seluas kurang lebih 1 hektar di Lingko Waro Wol, Kampung Culu, warisan dari almarhum suaminya, menjadi tumpuan harapannya untuk bertahan hidup bersama kelima orang anaknya. Tanah itu telah ditanami pohon-pohon kopi, durian, cengkeh, pisang, alpukat, pinang, mahoni, sejak tahun 1998. Hasil dari tanaman-tanaman itulah yang menjadi tumpuan kehidupan Sisilia Sija dan kelima anaknya. Dari hasil kebun itu juga Sisilia dapat membiayai sekolah anak-anaknya. Dia menginginkan agar anak-anaknya sekolah dan untuk itu dia bekerja keras, berjuang agar dari hasil kebunnya tersebut dia dapat membiayai sekolah anak-anaknya.

Kejadian pada hari Sabtu 13 April 2024 kemarin membuat Sisilia Sija shock, sedih, dan menangis. Tiga puluh pohon kopi yang sudah berbuah di kebunnya itu ditebang begitu saja oleh orang yang bernama Natus. Kopi-kopi yang menjadi tumpuan harapan dan sumber kehidupannya selama ini terkapar di atas tanah kebunnya.
Sisilia Sija dapat kabar bahwa Natus mengklaim tanah itu miliknya. Sisilia tidak mengerti bagaimana bisa tanah warisan suaminya itu dan sejak tahun 1998 telah dikuasai, digarap, ditanami pohon-pohon kopi, durian, cengkeh, pisang, alpukat, pinang, mahoni, tiba-tiba saja diklaim sebagai tanah milik Natus. Ia juga tidak mengerti kenapa ada manusia yang begitu kejam sesukanya menebang pohon-pohon kopi miliknya yang jadi sumber kehidupan keluarganya selama ini.