Namun, hingga tanggal jatuh tempo, uang pinjaman tersebut,tak kunjung dikembalikan. Bahkan Paulus Budiman yang meminjam uang tersebut justru meminta Ibu Emi untuk menghubungi jaksa Wisnu yang sudah memperkenalkan dirinya
Atas permintaan itu, Korban (Ibu Emi) menghubungi oknum jaksa melalui pesan WhatsApp. Dari oknum jaksa tersebut, korban memang mendapatkan respon bahwa akan segera berkoordinasi dengan Paul Budiman untuk membereskan pinjaman tersebut,
Namun hingga kini, janji tersebut tak kunjung terealisasi, sehingga membuat korban memutuskan untuk melaporkan keduanya kepada kepolisian.
Bantahan Oknum Jaksa Wisnu
Adapun Jaksa Wisnu kepada Radio Manggarai melalui pesan WhasApp, membantah tudingan melakukan penipuan berkedok pinjaman
Ia Justru berdalih, dirinya hanya menolong teman yang sedang membutuhkan uang.
“Begini bang, pak Budi itu sedang butuh uang, dan kebetulan saat itu saya tak punya uang. Lalu dia menanyakan saya, apakah saya punya kenal orang yang punya uang, dan saya langsung arahkan beliau ke Ibu Emi” ujarnya
Kemudian, prihal laporan kepada kepolisian, dirinya mengaku siap dan akan besikap kooperatif memberikan keterangan apa adanya kepada pihak kepolisian.
Sorotan Terhadap Kejari Manggarai
Belakangan, lembaga kejaksaan Negeri Ruteng menuai banyak kritikan dari publik. Radio Manggarai mencatat sekurang-kurangnya, ada dua hal yang menjadi sorotan publik.
Pertama, soal penegakan hukum terhadap kasus terminal Kembur. Penetapan tersangka terhadap Benediktus Aristo Moa (BAM), Selaku ketua PPTK dan Gregorius Jeramu sebagai pemilik lahan dinilai banyak kejanggalan.
Mengutip komentar seorang pengamat, bahwa Kejanggala terlihat dalam status dari kedua tersangka. BAM adalah staf Aparatus Sipil Negara (ASN) yang hanya bertugas mengadministrasi transaksi jual beli dalam pengadaan tanah tersebut. Sementara, yang menjadi atasan beliau saat itu di Dinas Perhubungan Kabupaten Manggarai Timur, sama sekali tidak bisa tersentuh. Proses penegakan hukum oleh Kejari dinilai tumpul ke atas, dan tajam ke orang biasa.
Sama halnya dengan tersangka Gregorius Jeramu yang adalah pemilik Lahan dan telah menjual tanahnya ke Pemda. Namun dalam kasus ini justru dirinya menjadi tersangka. Kejari dianggap mengabaikan hukum agraria dimana di dalamnya mengakui hukum adat.
Di dalam hukum adat, peran lembaga adat sangat penting dalam menentukan hak kepemilikan atas sebuah lahan
Dalam kasus ini, penetapan tersangka terhadap Gregorius, Kejari hanya menggunakan pendekatan hukum yang bersifat formil, yakni ketiadaan sertifikat hak milik yang menjadi dasar kepemilikan atas lahan. Di sinilah letak soalnya hingga membuat publik marah, hingga ada mosi percaya terhadap lembaga tersebut
Kedua, soal kewajiban memberikan kontribusi Rp 500,000 setiap peserta dalam sebuah acara seminar yang diselenggarakan Kejari Manggarai.
Pada seminar yang bertajuk ‘Optimalisasi kejaksaan dalam tindak pidana yang merugikan negara’ itu, peserta mengaku menyetor uang sebesar Rp 500,000. Walaupun Kepala Kejari Ruteng, Bayu Sugiri telah membantah adanya kontribusi tersebut, tetapi fakta justru yang terjadi sebaliknya.