Pada hari itu, warga di Kampung Lungar, salah satu dari 14 kampung adat di Poco Leok juga sedang merayakan penti, upacara syukuran adat dalam budaya Manggarai.
Erick Come, salah satu penyidik kemudian meminta bantuan Herry untuk menghubungi warga dan menjelaskan tujuan mereka.
Atas kesepakatan dengan warga, pemeriksaan pun digelar di Ruteng.
Pada 24 Oktober petang, mengenakan pakaian adat sekitar 30 warga Poco Leok datang ke Ruteng dengan bis kayu untuk menemani rekan mereka yang hendak memberi keterangan.
Florianus Madur, salah seorang saksi mengaku penyidik menanyakan bentuk kekerasan yang ia alami pada 2 Oktober dan apa yang ia saksikan saat warga dan termasuk Herry dianiaya.
“Saya juga ditanya tentang alasan ikut dalam aksi itu,” katanya.
“Saya menjawab bahwa kami sedang berupaya menjaga kampung yang diwariskan nenek moyang kami. Kami takut hidup kami tidak akan tenang kalau kami membiarkan tanah warisan itu hancur,” katanya.
Ia juga mengaku ditanya soal bentuk kekerasan yang dia alami.
Florianus yang didorong dan ditendang aparat di bagian punggung saat kejadian mengaku memperagakan pengalamannya dengan penyidik yang memeriksa itu.