Respons publik pun terbelah, mendukung dan menolak GR jadi cawapres. Dua-duanya punya argumentasi yang rasional dan konstitusional. Namun, kembali pada soal awal tadi, ayah dan GR sendiri sampai pada titik sekarang ini (punya kekuasaan) tidak lepas dari kontribusi partai.
Bahwa mereka punya hak untuk menentukan jalan politiknya, itu tidak ada yang salah. Tidak ada undang-undang yang dilanggar dan sah secara konstitusi.
Namun, lebih dari itu, di atas undang-undang ada nilai yang harus dijunjung, yaitu etika. Di sinilah soalnya. Publik menilai sudah terjadi pengkhianatan yang menjijikkan. Dalam drama politik dua hari ini, aktor dari pengkhianatan itu adalah ayah, ibu, dan GR sendiri. Walaupun ini masih sebatas asumsi, berdasarkan pemberitaan media.
Namun asumsi itu wajar disematkan. Pertama, jika dugaan publik, GR jadi pasangan PS maka bukan saja terjadi pengkhianatan tapi mereka sedang membunuh demokrasi dengan melanggengkan dinasti politik.
Perilaku politik yang menjijikkan ini, bukan tidak mungkin mendatangkan malapetaka, sebab partai yang sudah membesarkan mereka tak mungkin menerima pengkhianatan itu.