Oleh Gabriel Mahal, S.H.
Kamis Putih. Di Taman Getsemani, seberang sungai Kidron, ketika berhadapan dengan para serdadu, Imam Kepala, dan Farisi, yang dihantar Yudas, murid yang mengkianati Gurunya, Yesus mengajukan pertanyaan “Quem Quaeritis?” Siapakah yang kamu cari? Mereka menjawab, “Jesum Nazarenum”. Yesus dari Nazaret. Jadi, bukan Yesus yang lain, tetapi Yesus dari Nazaret. Yesus orang Nazaret itu. Karena yang dimaksudkan “Jesum Nazarenum” itu adalah diriNya, maka Yesus menjawab, “Ego sum”. Akulah Dia. Akulah yang kamu cari itu. Dikisahkan tiga kali Yesus mengajukan pertanyaan yang sama. Tiga kali mereka menjawab, dan tiga kali pula Yesus mengatakan “Ego sum”. Dan setiap kali Yesus mengatakan “Ego sum”, para serdadu, para imam kepala, dan orang-orang Farisi, terdorong mundur dan jatuh.
Betapa kuat kuasa dan energi dari diri Yesus itu sehingga hanya dengan mengakui “Ego sum” – Akulah Dia – orang-orang itu terdorong dan jatuh. Tetapi hal itu ternyata mereka mundur dan kabur. Jika saja Yesus tidak menghendaki apa yang akan terjadi atas diriNya, dan jika saja Dia komit dengan totalitas kepasrahan dalam pergumulan doa di Taman Getsamani beberapa saat sebelum para sardadu, para imam kepala, dan orang-orang Farisi itu datang menangkapnya, maka dengan kuat kuasaNya itu Dia bisa memukul mundur mereka itu. Tapi itu tadi, seperti yang dikatakanNya kepada Petrus, muridNya, “… Calicem, quem dedit mihi Pater, non bibam illum?” – Apakah kau kira Aku tidak bisa minum dari piala yang diberikan Bapa kepadaKu? Yesus sudah memutuskan untuk minum dari piala yang diberikan Bapa. Apapun pahit, pedih, perih, dari setiap regukan yang diminumNya.