PEMIMPI
Pemimpi bergulat dalam angan
Tentang dunia yang ideal
Ketika fajar menampakkan diri
Ia mulai duduk terpekur
Merenungkan mimpinya yang mengawang-awang
Pemimpi bergulat dalam angan
tentang hidup yang penuh kelimpahan
Ketika senja menjemput malam
Ia termenung menghantar mimpinya
Bersama malam yang kian pekat.
Pemimpi bergulat dalam angan
Yang hanya bisa menghangatkan asa
Tanpa ada wujud nyata yang membara
Ia hanya menggantung dalam kata
Yang tak tampak dalam karya nyata
Pemimpi bergulat dalam angan
Tentang cahaya rembulan yang menghalau
Kegelapan yang pekat, menutup harapan yang membentang,
Berharap membakar asa yang beku
Menguap lalu membumbung ke ubun-ubun cakrawala
Tanpa ada jejak yang mengharumkan nama.
Jalan ke Emaus
Masihkah kamu belum percaya?
Setelah batu terguling, tanpa meninggalkan jejak.
Setelah kafan, terhampar di antara ilalang yang layu,
Saat perempuan-perempuan itu menangisi fajar
Berlari menjumpai Yerusalem yang sempat terkoyak
“Dia diambil orang” kata mereka
Tidak, janganlah kamu mencariNya, kemuliaan Tuhan telah mengangkatNya
Suara orang asing memecah keheningan di pagi buta.
Lalu ke mana kita?
Ke Emaus, kota di penghujung senja
Kita mencari jejak yang hilang itu
di antara reruntuhan yang mengimpit harapan kita
Mari menyusuri jalan itu, menjauh dari Yerusalem
Apakah di Emaus jejak itu belum terhapus?
“Ya”
“darimana kamu tau?”
Mereka bertanya, dan bercakap...
“Apa yang sedang kamu percakapkan?”
Tentang Dia, yang banyak dipercakapkan di Yerusalem, apa kamu tidak tau?
Tanya mereka pada Orang Asing.
“Mari berjalan bersama kami ke Emaus dan tinggal bersama kami”
Senja di Emaus berubah rupa,
Harapan yang hilang tersibak, menghapus gunda gulana
Jejak itu terwujud dalam sehelai roti dan secangkir anggur yang tersaji rapi
Ah, Tuhan, ternyata Engkau masih menyimpan harapan ini.
Kemana Engkau pergi?
(Terinspirasi dari Injil Lukas 24:13-43)
Ruteng, 2/3/2024