Internasional, RMMedia – Jaksa Agung di negara bagian Illinois, Amerika Serikat, Kwame Raoul merilis laporan investigasi yang menyebut 451 pastor Katolik di negara bagian itu telah melakukan pelecahan seksual terhadap 1997 anak di Keuskupan Illinois.
“Laporan ini mengungkapkan nama dan informasi dari 451 imam Katolik dan bruder religius yang melecehkan setidaknya 1997 anak di semua keuskupan di Illinois,” tulis Jaksa Agung Raoul dalam pesan yang disertai laporan tersebut, seperti dikutip CNN pada Rabu (24/05).
Dalam laporan investigasi tersebut, diketahui bahwa angka tersebut merupakan akumulasi kasus pelecehan seksual yang dilakukan ratusan imam katolik sejak 1950.
Angka ini nyatanya jauh lebih banyak dari yang disebutkan sebelumnya oleh pihak gereja. Pada 2018, ketika pemerintah bagian Illinois mulai melakukan penyelidikan, pihak gereja mengatakan angkanya hanya 103 orang.
Laporan tersebut juga menyebutkan adanya indikasi pelecehan seksual di keuskupan lain. Terdapat 275 pastor melakukan pelecehan seksual di Keuskupan Agung Chicago, 43 di Keuskupan Belleville, 32 kasus di Springfield, 69 di Joliet, 51 di Peoria, dan 24 kasus di Rockford.
BACA JUGA: KPK Geledah Kantor Kemensos, Ungkap Dugaan Korupsi Dalam Penyaluran Bantuan Sosial
Laporan investigasi itu juga menunjukkan 149 orang pelaku pelecehan seksual yang sebelumnya dirahasiakan oleh keuskupan. Kini, Kejaksaan Agung tengah meminta pihak gereja mengusut kasus tersebut terhadap anggotanya sendiri.
Melalui media sosialnya, Kwame Raoul mengatakan Gereja Katolik telah lama dipercaya karena pendidikan dan layanan publiknya. Kini dengan terkuaknya kasus-kasus tersebut, Gereja Katolik harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Saya dibesarkan di Gereja Katolik, dan anak-anak saya pergi ke sekolah Katolik. Gereja Katolik harus dipuji karena berbagai prestasinya dalam pendidikan, layanan publik, dan kontribusi lainnya. Karena banyaknya perbuatan kebajikannya, kami mempercayai Gereja Katolik tidak akan seperti institusi lain. Itulah sebabnya ketika Gereja Katolik mengkhianati kepercayaan masyarakat, seperti halnya bisnis atau badan pemerintahan lainnya, Gereja Katolik harus bertanggungjawab,” tulis Raoul di media sosialnya, Rabu (24/05).